KAKEK-KAKEK Nyapres, itu nggak apa-apa. Tapi jika kakek-kakek berantem rebutan nenek, itu sungguh memalukan. Tapi ini yang terjadi di Tuban (Jatim). Mbah Padmo, 70, adu sabit dengan Mbah Panuju, 70, tetangganya gara-gara soal istri yang digoda. Akhirnya, Mbah Padmo yang cemburuan itulah yang wasalam.
Dalam ranah politik, kakek nenek berebut kekuasaan lewat Pilpres, itu wajar-wajar saja. Maka tampilnya Aburizal Bakrie, Megawati dan Prabowo yang oversek (over seket = lebih dari 50 tahun) di 2014 masih disambut baik oleh rakyat. Tapi jika kakek nenek berantem gara-gara rebutan cewek yang tentunya juga sudah nenek-nenek, ini sungguh memalukan. Dalam usia yang sudah “bau tanah” itu, mestinya berburu pahala daripada paha, seharusnya menjadi skala prioritas.
Namun agaknya Mbah Panuju dari Desa Sumberagung Kecamatan Plumpang Tuban ini lain. Meski sudah tua mendekati jompo, rasa cemburunya masih begitu besar, manakala istrinya, Ny. Darsini, 65, “diganggu” lelaki lain. Pernah dia marah-marah pada kenek angkutan umum, gara-gara pantat istrinya didorong saat mau naik bis. Padahal, penampilan Mbah Putri ini biasa-biasa saja, bukan seperti Mooryati Sudibyo meski sudah nenek-nanek masih kelihatan cantik juga.
Di daerah tempat tinggalnya, Mbah Panuju punya tetangga seusia, yang suka clelekan (bercanda) tapi agak kelewatan. Bagi mereka yang sudah katam akan watak dan perilaku Mbah Padmo, bisa memaklumi. Bahkan mereka yang terkena ledekan sengkring (menyakitkan), hanya berkomentar ringan, “Nek gak ngono ya dudu Mbah Padmo (jika tak seperti itu ya bukanlah Mbah Padmo).”
Sekali waktu Mbah Padmo yang nampak lebih muda karena doyan guyon ini, secara berkelakar pernah nyubit pinggang Mbah Putri, istri Panuju. Kebetulan sang suami melihat. Karena banyak orang, Mbah Panuju mencoba meredam emosinya. Namun demikian, perilaku tak elok Mbah Padmo ini menjadi catatan khusus bagi Mbah Panuju, mirip Pak Harto yang tak pernah melupakan kritikan para anggota Petisi 50.
Beberapa hari lalu Mbah Panuju bersua dengan Mbah Padmo di ladang dekat tandon pasir Ngrayung, yang tak seberapa jauh dari rumahnya. Suami Mbah Putri ini langsung ingat kelakuan Mbah Padmo kemarin dulu. Kontan saja si kakek yang masih juga famili dekat itu disemprotnya. “Wong wis tuwa kok isih seneng cengengesan. Nek gak ana ngarepe wong akeh, wis tak ajar kon (sudah tua begitu masih suka cengengesan. Kalau nggak ingat di muka umum, sudah saya hajar kamu).” Kata Mbah Panuju.
Ditegur dengan cara kasar Mbah Padmo jadi tersinggung. Dia balik mengata-ngatai Mbah Panuju. Katanya, colekan kemarin pada Mbah Putri kan sekedar goyon belaka, tak ada maksud tertentu. Bahkan katanya kemudian, jikalau istri tak boleh disentuh orang, kurung saja dalam kamar, jangan boleh keluar.
Yok apa ini orang, dinasihati malah gantian marah. Mbah Panuju pun segera angkat sabitnya, untuk menakut-nakuti. Tapi Mbah Padmo yang bawa sabit juga, sama sekali tak gentar. Maka hanya dalam hitungan detik, keduanya pun terlibat seru dalam perkelahian, bagaikan Resi Bisma lawan Resi Seta dalam episode Perang Baratayuda. Mereka saling bacok. Tapi Mbah Panuju yang kalah gesit, akhirnya terkena sabetan pada perutnya sehingga mbrodholi (terburai) ususnya.
Gegerlah warga Sumberagung. Mbah Panuju tewas ditempat kehabisan darah, sedangkan Mbah Padmo yang terluka tangan dan dagunya dilarikan ke Puskesmas Plumpang untuk perawatan. Dalam pemeriksaan polisi dia mengakui, menggoda Mbah Putri sekedar bercanda, tak ada maksud khusus. “Wis padha tuweke, arep dialap apane (sudah sama-sama tua, apa yang bisa dimanfaatkan)?” kata Mbah Padmo.
Ya buat monumen anak cuculah. (HS/Gunarso TS)[Sumber : poskotanews.com]
from Info Indonesia http://ift.tt/2tYnuZs July 26, 2017 at 10:18AM
0 komentar